Senin, 16 Maret 2009

kembali ke alam

Banyak hal yang dapat dipetik dari berbagai problem yang muncul di dunia pertanian. ironis memang, dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk, kebutuhan akan rumah pun turut meningkat. seiring dengan meningkatnya permintaan akan rumah dan perkembangan di sektor industri, konversi lahan-lahan pertanian menjadi kawasan industri dan kawasan perumahan menjadi tak ter-elakkan. dampaknya lahan pertanian semakin berkurang.

berkurangnya lahan pertanian bukan satu-satunya masalah yang dihadapi petani, kelangkaan pupuk dan menurunnya kesuburan tanah menjadi hal lain yang cukup mengganggu dan meresahkan. Indonesia yang konon dipercayai sebagai negara agraris, justru menjadi negara yang mengirbankan sektor agraris. green revolution di satu sisi bisa mempercepat dan menambah produktivitas tanaman, namun di sisi lain mengorbankan sifat alamiah dari alam dan tanaman itu sendiri. sehingga mengganggu keseimbangan alam dan unsur-unsur tanah, seperti unsur fisika, kimia, dan biologi.

penggunaan pupuk kimia buatan (urea, NPK) telah mempengaruhi struktur tanah. berlebihnya unsur kimia dalam tanah menyebabkan organisme dan bakteri tanah tidak dapat berkembang biak sebagaimana mestinya sesuai dengan hukum alam. tidaklah heran, penggunaan pupuk kimia dalam jangka panjang telah membuat tanah pertanian rusak dengan kehilangan daya serapnya terhadap udara dan air, selain pori-pori tanah yang semakin rapat sehingga udara sulit masuk dan bersirkulasi ke dalam tanah.

beberapa bahkan sebagian besar wilayah pertanian di Indonesia telah mengalami kerusakan sebagai akibat dari penggunaan pupuk kimia dan pestisida dalam jumlah besar selama bertahun-tahun, sementara untuk mengembalikan kesuburan tanah yang rusak, konon diperlukan waktu 10 tahun untuk 1 milimeter tanah. bayangkan berapa tahun yang diperlukan untuk mengembalikan kesuburan tanah sebesar 1 hektar? bagaimana dengan seluruh Indonesia?

pupuk kerap kali menjadi momok yang mengerikan bagi petani. kelangkaan dan mahalnya pupuk menjadi penghambat bagi petani, sementara ketergantungan tanah terhadap pupuk sangatlah besar. belum lagi "mafia" pupuk yang mengambil kesempatan untuk mengeruk keuntungan dari para petani. sudah menjadi rahasia umum, setiap menjelang musim tanam akan terjadi kelangkaan pupuk, terutama pupuk bersubsidi, belum lagi maraknya pupuk oplosan.

seorang petani pernah bercerita bagaimana sulitnya mendapatkan pupuk saat musim tanam datang. untuk mendapatkan pupuk subsidi sangatlah sulit, sementara herannya, oknum kepala desa dimana petani itu tinggal, justru menawarkan pupuk impor/ non-subsidi. bahkan untuk permintaan diatas 10 ton pun ia sanggup menyediakannya. sementara ketika sang petani menanyakan mengenai pupuk subsidi, malah tidak mendapatkan respon. lebih parahnya, dengan peraturan pemerintah bahwa untuk mendapatkan pupuk bersubsidi harus melalui kelompok tani, namun saat petani mengajukan pembentukan kelompok tani kepada perangkat desa, justru dipersulit dan tidak digubris. sudah sedemikian parah kah permasalahan pupuk ini?siapa saja yang bermain dan mengambil keuntungan dari pupuk ini?

pertanian organik, mungkin itulah jawabannya. tapi ternyata tidak semudah diucapkan. penggunaan pupuk kimia yang telah mendarah daging -akibat green revolution- telah mengubah kebiasaan petani. petani cenderung ingin mendapatkan hasil instan, seperti jika menggunakan pupuk kimia. hasil panen lebih banyak. sementara jika beralih ke pertanian organik, justru yang akan terjadi sebaliknya. hasil panen terlebih dahulu akan mengalami penurunan, lalu kemudian secara bertahap meningkat. membutuhkan proses adaptasi dan recovery. apalagi dengn kondisi tanah yang telah rusak. seringkali petani menyebut tanahnya menjadi lengket dan tidak menyerap air karena keasamannya cukup tinggi.

apa yang terjadi, akibat manusia mengingkari hukum alam, hukum keseimbangan. kerusakan yang terjadi akibat ulah tangan manusia itu sendiri, dan sudah selayaknya kita memperbaiki kerusakan yang telah ditimbukan tersebut. sulit dan butuh kesabaran, tapi mungkin untuk dilakukan. jika bukan kita yang memulai, lantas siapa lagi yang akan menjaga alam ini. terlebih Indonesia....

to be continue...